Pertanyaan Dari:
Hasba d.a. BP/RB. Siti Fatimah, Jl. A. Yani No. 34 A Pare, Kediri 54211
Pertanyaan:
Dalam SM No. 05 Th. ke-82, 1-15 Maret 1997 halaman 27 memuat jawaban mengenai pembagian daging qurban, disebutkan sebagai berikut “Menurut tuntunan syari’at, daging qurban itu dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, sepertiga merupakan hak dari yang berqurban, dst. … . Kedua, sepertiga diberikan kepada fakir miskin yang ditunjuk oleh orang yang berqurban, dst. … . Ketiga, yang sepertiga lagi dibagikan kepada fakir miskin secara umum, dst...
Yang saya tanyakan: Tuntunan syari’at yang dimaksud apakah hadis atau apa? Mohon penjelasan lebih lanjut.
Jawaban:
Saudara Hasba, terima kasih atas koreksinya, karena dalam jawaban kami dalam SM. No. 05, 1-15 Maret 1997 tersebut terdapat kesalahan redaksi. Sebenarnya yang kami maksudkan dengan sepertiga itu bukan dalam arti bilangan, melainkan bahwa daging qurban itu bisa dibagikan kepada yang berqurban sendiri, kepada fakir miskin yang tidak minta-minta secara terang-terangan dan kepada fakir miskin yang memang secara terang-terangan meminta-minta. Selanjutnya daging qurban itu tidak harus dibagi kepada tiga kelompok ini masing-masingnya sama banyak atau masing-masing mendapat sepertiga bagian. Adapun dasar hukum atau tuntunan syara’ yang kami maksudkan adalah firman Allah surat al-Hajj ayat 36:
Artinya: “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur..”
Dalam ayat di atas yang dimaksud dengan makanlah sebagiannya maksudnya adalah sahibul-qurban. Sedangkan fakir miskin dalam ayat di atas disebutkan yang tidak meminta-minta dan yang meminta-minta (secara terang-terangan). Tetapi sebenarnya bisa juga disebut fakir miskin dalam arti umum. Demikian yang kami maksudkan dan dengan ini kami telah meluruskan apa yang dimuat dalam SM No. 05, 1-15 Maret 1997.
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
0 Komentar
Penulisan markup di komentar