Mengubah atau Menjual Harta Wakaf

22.36
MENGUBAH ATAU MENJUAL HARTA WAKAF


Pertanyaan Dari:
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bagian Pendidikan Dasar dan Menengah Baturetno, Daerah Wonogiri, Jawa Tengah,
ditandatangani oleh Bapak Soekardi selaku Sekretaris
dan Bapak Kasidi selaku Ketua

Pertanyaan:
1. Anggota Muhammadiyah Cabang Baturetno, Daerah Wonogiri, bergotong-royong mengumpulkan uang untuk membeli tanah dengan dalih diwakafkan kepada Muhammadiyah, untuk pengembangan sekolah. Ini merupakan kegiatan tahap pertama. Tahap kedua, bergotong-royong mengumpulkan uang lagi untuk mendirikan gedungnya.

2.  Belum sampai dapat mendirikan gedungnya, alhamdulillah Muhammadiyah menerima wakaf dari almarhumah sesepuh Aisyiyah Cabang Baturetno juga dengan maksud untuk pengembangan pendidikan. Karena tempatnya lebih strategis, maka di tanah wakaf yang kedua inilah yang didirikan bangunan sekolah dengan biaya yang sudah lebih dahulu terkumpul, sekalipun masih jauh lebih banyak kekurangannya.

3.      Daripada Muhammadiyah menanggung risiko, karena belum dapat memanfaatkan tanah wakaf yang pertama, apakah boleh tanah wakaf tersebut dijual yang hasilnya untuk menyelesaikan bangunan sekolah yang dibangun di atas tanah wakaf yang kedua, yang hingga kini belum selesai? Atau dengan kata lain: wakaf tanah diganti dengan wakaf gedung.


Jawaban:
Pada dasarnya dibolehkan mewakafkan benda tetap seperti tanah dan benda bergerak seperti rumah, buku, alat-alat perang dan lain-lain. Dasar hukum wakaf benda tetap adalah hadis dari Ibnu Umar:

أَصَابَ عُمَرُ بِخَيْبَرَ أَْضًا فَأَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَصَبْتُ أَرْضًا لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ أَنْفَسَ مِنْهُ فَكَيْفَ تَأْمُرُنِي بِهِ؟ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا. فَتَصَدَّقَ عُمَرُ أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلاَ يُوْهَبُ وَلاَ يُوْرَثُ ... [رواه البخاري كتاب الوصايا: 86]

Artinya: “Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, kenudian dia menghadap Nabi saw untuk berkonsultasi tentang tanah itu, maka katanya: Saya mendapatkan sebidang tanah (di Khaibar) di mana aku tidak mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku selain daripadanya, maka apakah yang hendak engkau perintahkan kepadaku, sehubungan dengannya? Sabda Rasulullah: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya. Maka Umar pun menyedekahkan manfaatnya dengan syarat tanah itu tidak akan dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan.” [HR. al-Bukhari, kitab al­-Wasaya]

Adapun dasar hukum wakaf benda bergerak adalah hadis Nabi saw riwayat al-Bukhari:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا خَالِدٌ فَقَدِ احْتَبَسَ أَدْرَاعَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
[رواه البخاري كتاب الجهاد: 101]

Artinya: “Berkata Nabi saw, adapun Khalid ia telah mewakafkan baju-baju perangnya di jalan Allah.” [HR. al-Bukhari, kitab al-Jihad]

Apabila kita mencermati hadis tentang wakaf Umar di atas, bahwa harta wakaf itu tidak boleh dijual, diwariskan atau dihibahkan. Namun yang menjadi persoalan, apabila harta wakaf menjadi berkurang atau rusak atau tidak memenuhi fungsinya sebagai harta wakaf untuk tujuan tertentu, apakah benda tersebut harus dipertahankan? Sebab apabila ketentuan tidak boleh dijual itu dipertahankan secara mutlak, bisa berakibat harta tersebut tidak berfungsi sama sekali sehingga tujuan wakafpun tidak tercapai.

Amalan wakaf sangat tergantung kepada dapat atau tidaknya harta wakaf dipergunakan sesuai dengan tujuannya. Bahwa pahala wakaf yang akan terus menerus mengalir sampai pun or­ang yang berwakaf itu telah meninggal dunia, adalah wakaf yang bisa dimanfaatkan sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه
[رواه مسلم، كتاب الوصية: 14]

Artinya: “Apabila manusia mati terus terputus amal darinya, kecuali dari tiga hal: sadaqah jariyab, atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shaleh yang mendoakan kepadanya.” [HR. Mus­lim, kitab al-Wasyiyah]

Oleh karena itu harta wakaf yang menjadi berkurang, rusak atau tidak dapat memenuhi fungsinya sebagaimana yang dituju, harus dicarikan jalan bagaimana agar harta wakaf itu berfungsi.

Di dalam fiqh Islam dikenal prinsip maslahah (memberikan kemanfaatan dan menghindari hal-hal yang merugikan). Dengan menggunakan pendekatan istihsan akan memberikan jalan keluar dari hukum harta wakaf yang tidak boleh dijual itu (sebagaimana hadis riwayat Ibnu Umar) dipalingkan dari ketentuan hukumnya karena ada alasan-alasan yang mendesak, seperti letak lahan yang tidak strategis, jauh dari pemukiman, ada lahan lain yang lebih strategis dan para wakif setuju jika tanah yang tidak strategis itu dijual, maka berdasarkan alasan ini bisa saja tanah itu dijual, kemudian harga penjualannya dibelikan atau digunakan untuk menyelesaikan gedung sekolah di lahan tanah yang lebih strategis dan lebih mendatangkan kemanfaatan sesuai dengan tujuan wakaf, sehingga benda penggantinya itu berkedudukan sebagai harta wakaf (uraian senada bisa dibaca dalam Azhar Basyir, MA, Hukum Islam tentang Wakaf, Syirkah, Ijarah, halaman 19, Muhammad Abu Zahroh, Muhadarat fi al-Waqaf hlm 392, M. Syarbini al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, III: 392).

Selanjutnya persoalan yang berkaitan dengan pergantian harta wakaf ada dua macam. Pertama, penggantian karena kebutuhan. sebagai contoh adalah tanah wakaf yang ada di wilayah Bapak (Baturetno) karena letaknya yang tidak strategis jika akan diban­gun sekolahan, sementara sudah dapat ganti tanah wakaf yang lebih strategis, maka tanah itu boleh dijual dan hasil penjualannya dipergunakan untuk membangun sekolahan sebagaimana tujuan wakaf semula. Kedua, penggantian karena kepentingan yang lebih kuat. Misalnya, membangun masjid untuk mengganti yang lebih layak bagi penduduk kampung, maka masjid yang pertama (yang juga berasal dari wakaf) dijual dan hasilnya untuk mendirikan masjid yang baru di tempat yang baru. Hal ini sebagaimana yang diperbuat oleh Umar bin Khattab memindahkan masjid Kufah yang lama ke tempat yang baru dan tempat yang lama itu dijadikan pasar bagi para penjual tamar (as-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, III: 386).

Masalah penggantian ini pernah juga dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah Bidang Wakaf Cabang Kotagede, Yogyakarta, yaitu sebuah mushalla yang pemanfaatannya kurang efektif, sementara sudah ada masjid di sekitarnya, maka Pimpinan Muhammadiyah meminta izin kepada ahli waris wakif, setelah diizinkan akhirnya tanah tempat mushalla itu berdiri dijual dan hasilnya diperuntukkan membangun gedung SD.

§  SM No. 12 Tahun Ke-84/1999
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔